Selasa, 23 Desember 2014

Fungsi Akuntan Indonesia di Tengah Maraknya Software Akuntansi



Dengan munculnya teknologi yang semakin canggih, dan kumputer sebagai penunjang teknologi tersebut, memudahkan seseorang akuntan dalam menjalankan tugasnya. Pada saat ini, tugas dari para akuntan tidak terlalu sulit. Hal ini disebabkan munculnya software-software akuntansi yang mendukung kinerja mereka, dan menyebabkan tugas mereka menjadi sangat mudah.
Software-software yang muncul bukan hanya akuntansi keuangan saja, melainkan software akuntansi manajemen (costing, budgeting, dan sebagainya) hingga software pajak sudah banyak bermunculan.
Lalu, apa fungsi akuntan di tengah maraknya software akuntansi, keuangan dan pajak?
“Tidak perlu tenaga akuntan, tinggal beli software,” kata penjual software.
Pernyataan tersebut sering terlintas di benak kita yang masih kuliah ini. Tapi dengan dimudahkannya pekerjaan sebagai akuntan, sebaiknya kita tidak berpuas diri. Sesungguhnya fungsi utama seorang akuntan bukan menjurnal atau menyusun laporan keuangan. Fungsi tersebut seharusnya dilakukan oleh bookkeeper pada perusahan kecil menangah, seorang akuntan sebagai pengawasnya.
Berikut ini adalah fungsi-fungsi utama seorang akuntan yang belum bisa diambil alih oleh software akuntansi :

1. Fungsi Validasi
Fungsi utama seorang akuntan yang belum bisa diambil alih oleh software adalah proses validasi transaksi.
Misalnya: Ketika seorang akuntan A melakukan input pembayaran atas Nota Tagihan #500 dari PT. ABC senilai Rp 20 juta, pada software akuntansi akan langsung mengurangi Utang atau PT. ABC sekaligus mengurangi saldo Kas sebesar Rp 20 juta, secara otomatis. Namun software tidak mengerti apakah pembayaran itu valid atau tidak. Asal sudah diinput, maka software mangasumsikan itu telah melalui proses validasi.
Di sinilah fungsi Akuntan dibutuhkan, yakni melakukan validasi. Yaitu memeriksa kelengkapan bukti pendukung (Nota Tagihan, Resi Penerimaan Barang yang telah ditandatangani oleh petugas yang berwenang) dan membandingkan angka Utang pada sistem dengan yang tertera dalam nota tagihan dan dokumen pendukung, sebelum pembayaran dijalankan.

2. Fungsi Analisa
Dalam siklus proses akuntansi, pekerjaan yang melibatkan aktivitas analisa ada pada 2 titik, yaitu:
·         Sebelum masuk ke dalam system (software akuntansi). Analisa dilakukan terhadap nota dan bukti pendukung lain sebelum diinput ke dalam software, untuk menentukan akun yang sesuai. Fungsi ini harus dilakukan oleh seseorang data entry staff bukan oleh seorang akuntan, yang melakukan input transaksi. Melakukan penghitungan fisik barang keluar/masuk lalu membandingkannya dengan jumlah yang tertera di nota—sebelum input dilakukan—tergolong proses analisa yang tidak bisa dilakukan oleh software. Namun tidak harus dilakukan oleh akuntan, cukup oleh pegawai pengiriman dan receiving.
·         Setelah masuk ke dalam system (software akuntansi). Di wilayah inilah fungsi akuntan diperlukan, yakni memastikan semua transaksi telah diinput ke dalam akun yang sesuai dengan nilai nominal yang benar. Fungsi ini tidak dilakukan setiap kali ada transaksi, melainkan terjadwal secara berkala—disebut dengan proses “ledger detail review”— dapat dilakukan secara harian, mingguan atau bulanan. Namun harus dilakukan sebelum tanggal tutup buku.

3. Fungsi Rekonsiliasi
Selain validasi dan analisa, seorang akuntan juga dituntut untuk merekonsiliasi semua akun yang ada.
Jika di kampus hanya diajari cara merekonsiliasi Kas, dalam pekerjaan yang sesungguhnya semua akun harus direkonsiliasi. Mulai dari Kas, Piutang, Deposit, Persediaan, Surat Berharga, Aktiva Tetap, Pajak Tangguhan, Akumulasi Penyusutan dan Amortisasi, Kredit Pajak (Lebih bayar dan Faktur Pajak Masukan), Utang Lancar, Utang Jangka Panjang, Modal, Ekuitas, Pendapatan, Biaya, hingga Laba Ditahan, PPh (semua pasal), PPN, PPNBM (jika ada). Semuanya harus direkonsiliasi.
(a) Reguler – Secara rutin dan terjadwal akun-akun direkonsiliasi, setidak-tidaknya sekali sebelum tutup buku.
Catatan: Fungsi rekonsiliasi rutin dan terjadwal sering dilakukan oleh data entry staff atau bookkeeper. Hal ini diperbolehkan selama akuntan masih mengawasi dan mengotorisasi rekonsiliasi yang dilakukan. Karena hal ini menyangkut masalah “pemisahan fungsi” dalam upaya menjaga fungsi internal control tetap berfungsi efektif.
(b) Insidentil – Rekonsiliasi akun juga dilakukan setiap saat diperlukan. Misalnya: hasil validasi dan analisa menunjukkan indikasi ketidakwajaran pada suatu akun. Dalam kondisi seperti ini seorang akuntan harus melakukan pemeriksaan/investigasi. Hasil investigasi biasanya akan berdampak pada rekonsiliasi. Tindakan rekonsiliasi semacam ini hanya boleh dilakukan oleh seorang akuntan dengan persetujuan seorang controller atau CFO.
Semua akun harus direkonsiliasi untuk memastikan semua transaksi telah diukur, diakui, dan dilaporkan dengan benar. Artinya, akuntan di semua lini dan seksi harus melakukan fungsi ini. Software akuntansi belum mampu mengambil-alih fungsi ini.

4. Fungsi Evaluasi
Fungsi validasi sehari-hari dan fungsi analisa secara berkala, masih perlu pengawasan untuk memastikan kedua fungsi ini telah berjalan secara efektif dan konsisten, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan benar-benar bebas dari “salah saji bersifat material” (material misstatement). Fungsi evaluasi ini dilakukan oleh akuntan lainnya, yakni internal dan external auditors, melalui proses AUDIT.
Khususnya oleh auditor internal, proses evaluasi tidak hanya dilakukan pada transaksi dan laporan keuangan yang dihasilkan saja, melainkan juga pada system yang digunakan untuk mengolah data transkasi dan menyusun laporan keuangan. Fungsi pengawasan ini tidak bisa dilakukan oleh software akuntansi. Meskipun menggunakan software khusus audit. 

5. Fungsi Rekomendasi      
Validasi, Analisa, Rekonsiliasi dan Evaluasi (termasuk audit internal atau external) tidak ada gunanya jika tidak menghasilkan rekomendasi. Tujuan utama dari fungsi-fungsi tersebut untuk mencegah, menemukan ketidaksempurnaan dan celah kelemahan (loop holes), untuk diperbaiki, dikoreksi, direvisi, kalau perlu dibongkar (overhaul) lalu diganti seluruhnya dengan yang lebih baik.

6. Fungsi Perbaikan (Revisi dan Koreksi)
Fungsi rekomendasi hanya akan efektif bila ada tindak lanjut berupa perbaikan. Untuk kesalahan pengukuran, pengakuan dan pelaporan diperbaiki dengan jurnal penyesuaian (adjustment entry) atau jurnal koreksi (correction entry). Akuntan bertanggungjawab untuk memastikan jurnal yang diperlukan sudah benar-benar diinput, dan hasil perbaikan benar-benar telah diperbaiki dalam laporan keuangan.
Daftar Pustaka :
http://rcsplt.blogspot.com/2011/10/makala-software-akuntansi.html
http://darmansyah.weblog.esaunggul.ac.id
Karya ini ditulis oleh :
Dwi Apriliyani ( NRP : 3203013122 )

Kesiapan Akuntan Indonesia menghadapi ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

Pada tahun 2015, Indonesia akan memasuki ASEAN Community. Pergerakan bebas dari barang-barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan kebebasan arus modal akan terjadi di Indonesia. Pergerakan bebas tenaga kerja terampil atau dapat disebut liberalisasi sektor jasa.
            
Dalam upaya mendukung liberalisasi sektor jasa ini, terutama terkait lalu lintas atau perpindahan tenaga kerja terampil, negara-negara anggota ASEAN menandatangani MRA (Mutual Recognition Agreement) pada tanggal 19 November 2007. MRA ini menjadi sebuah hal mutlak yang dilakukan untuk mendukung liberalisasi sektor jasa yang berasaskan keadilan/fairness. Hal ini tentu akan mengancam penduduk Indonesia. Di antara Negara ASEAN, Indonesia termasuk Negara yang memiliki  jumlah pengangguran yang tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat pengangguran terbuka di Indonesia per Februari 2014  sebesar 5,7% atau 7,15 juta jiwa.

Dalam
MRA dan MRA Framework ada 8 jasa yang telah disepakati, yaitu (1) MRA untuk jasa teknik; (2) arsitek; (3) jasa perawatan; (4) praktisi medis; (5) praktisi gigi/dokter gigi; (6) jasa akuntan; (7) penyigian (surveying). Jasa akuntan adalah salah satu sektor jasa yang penting, tidak hanya karena ia berperan penting dalam produksi barang dan jasa yang lain, tetapi juga karena akuntansi sangat penting bagi implementasi dan penegakan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan keuangan.

Setelah reformasi pada tahun 1998, banyak Undang-Undang baru yang diterbitkan untuk menciptakan good governance dan mencegah terjadinya kejahatan keuangan seperti korupsi. Sebagai dampaknya, laporan keuangan lembaga dari berbagai sektor kini perlu mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian dari Kantor Akuntan Publik yang independen.

Berdasarkan data dari IAI, ada 226.780 organisasi yang perlu mendapatkan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), mulai dari lembaga pemerintah, perusahaan , hingga yayasan dan lembaga swadaya masyarakat. Tidak hanya di bidang audit, beberapa faktor yang dinilai mendorong berkembangnya profesi akuntan adalah : 1)
Pertumbuhan pasar modal 2) Pertumbuhan pesat dari lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. 3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia 4) Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian. Dengan demikian dapat kita lihat bahwa Indonesia membutuhkan banyak sekali profesi akuntan, sehingga peluang akuntan di Indonesia terbuka sangat lebar.

ROSC 2010 juga melakukan wawancara dengan pihak PPAJP Kementerian Keuangan yang kemudian menemukan bahwa dari lebih dari 400 KAP
yang ada di Indonesia, hanya sedikit yang mampu memenuhi standar akuntansi yang ada dengan baik. Beberapa compliance gap yang muncul antara lain:
  1.   Banyak auditor tidak melakukan audit planning dengan baik. 
  2. Banyak dokumentasi yang diperlukan tidak disiapkan di dalam laporan. Bahkan ketika proses yang dilakukan benar, tidak semua dokumentasi ini dimasukkan dalam laporan untuk menunjukkan bukti dari hasil audit tersebut. 
  3. Banyak auditor dianggap tidak secara serius melakukan upaya untuk mendeteksi pemalsuan (fraud). 
  4. Banyak auditor tidak melakukan upaya untuk memeriksa asumsi going concern (keberlangsungan usaha) yang digunakan oleh manajemen. 
  5. Banyak auditor tidak terlalu serius untuk menerapkan langkah-langkah yang ketat untuk mengenal, menilai, dan merespon resiko dari financial misstatement yang mungkin ditimbulkan oleh tidak tersedianya penjelasan tentang hubungan dengan berbagai pihak yang lain. 
  6. Auditor seringkali menerima begitu saja valuasi dari pihak manajemen tanpa secara kritis memberikan penilaian. Auditor juga sering begitu saja menerima penilaian dari auditor yang lain tanpa memeriksa kualitas dari auditor yang menyusun laporan tersebut.
Compliance Gap ini kemudian memunculkan beberapa persepsi terkait kualitas jasa akuntansi di Indonesia. Meskipun para pelaku pasar menganggap bahwa ada peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir, para pelaku pasar cenderung lebih percaya kepada laporan yang dihasilkan oleh KAP besar yang berafiliasi dengan The Big 4. Selain itu, ada pula persepesi bahwa sarjana akuntansi yang baru saja lulus tidak memiliki kemampuan praktis dan kurang pelatihan profesional.

Di Indonesia perbandingan ketersediaan akuntan profesional dengan kebutuhan dunia kerja, masih cukup timpang. Data terakhir menunjukkan, setidaknya dibutuhkan sekitar 452 ribu akuntan. Padahal data Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kemenkeu mencatat hanya tersedia kurang dari 16 ribu akuntan profesional.

Agus Suparto, Kepala Bidang Usaha Akuntan Publik PPAJP dalam acara Peluncuran Silabus Ujian Chartered Accountant (CA) Indonesia dan Seminar Strategi dan Regulasi Pendidikan Tinggi Akuntansi Sesuai Cetak Biru Akuntan Profesional mengatakan bahwa jika kondisi ini tidak dibenahi, diperkirakan ribuan akuntan regional akan berpraktik di Indonesia.

Berdasarkan data yang ada Malaysia, Singapura dan Thailand mempunyai jumlah akuntan yang jauh lebih banyak dari Indonesia. Karena itu kita perlu langkah strategis untuk mempercepat pertumbuhan akuntan profesional dalam negeri, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Oleh karena itu,pada tanggal 13 Februari 2014 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) meluncurkan silabus ujian Chartered Accountant (CA) Indonesia dalam rangka menyambut penyelenggaraan ujian CA pertama pada bulan Juni mendatang. Ini adalah upaya menyejajarkan akuntan profesional Indonesia dalam kerangka persaingan di ASEAN Economic Community 2015.

Masa grand fathering CA yang dijadwalkan berlaku sampai 31 Desember 2014 memang masih lumayan lama. Selama masa itu pula IAI telah memberikan lebih dari 5000 sertifikasi CA kepada akuntan profesional Indonesia yang memiliki track record dan kompetensi yang telah teruji dari berbagai sektor.Hal ini tentunya sudah melalui proses dan seleksi ketat di Dewan Standar Akuntan Profesional (DSAP) IAI, untuk menjamin mereka yang memiliki CA memang layak untuk itu.

Ikatan Akuntan Indonesia telah mempersiapkan para akuntan Indonesia untuk dapat bersaing dengan Negara ASEAN lain dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015 melalui sertifikasi Chartered Accountant (CA). Akan tetapi, dari segi kualitatif maupun kuantitatif Akuntan Indonesia nampaknya masih sangat kurang atau dapat dikatakan belum siap menghadapi ASEAN Economic Community 2015.
     
Seharusnya
kita para Akuntan Indonesia baik yang masih dalam kuliah  maupun yang telah lulus harus mempersiapkan diri lebih lagi dengan mengikuti sertifikasi akuntan yang ada. Pada ASEAN Economic Community 2015, seharusnya akuntan Indonesia mampu bersaing dengan Negara ASEAN lainnya, sehingga lapangan kerja akuntan di Indonesia dapat dikuasai oleh para akuntan Indonesia sendiri.

Daftar Pustaka
Association of Southeast Asean Nations.2008.Asean Economic Community Blueprint. Asean Secretariat.
Keliat, Makmur. PhD, dkk. 2013. Pemetaan Tenaga Kerja Terampil di Indonesia dan Liberalisasi Jasa ASEAN.
Dokumen WTO Secretariat Note, S/C/W/73, 4 December 1998, diakses dari www.wto.org/english/tratop_e/serv_e/w73.doc. 
http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid&id=617

Karya ini ditulis oleh :
Cheline Elisabeth ( NRP : 3203013020 )

Perbedaan SAK ETAP dengan PSAK



Sesuai dengan ruang lingkup SAK-ETAP maka Standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Di dalam beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak kemudahan dibandingkan dengan PSAK dengan ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. 
Apabila SAK-ETAP ini telah berlaku efektif, maka perusahaan kecil seperti UKM tidak perlu membuat laporan keuangan dengan menggunakan PSAK umum yang berlaku.
Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 17 Juli lalu telah meluncurkan standar akuntansi ETAP (SAK-ETAP) bertepatan dalam acara Seminar Nasional Akuntansi “Tiga pilar Standar Akuntansi Indonesia” yang dilaksanakan oleh Universitas Brawijaya dan Ikatan Akuntan Indonesia. Nama standard ini sedikit unik karena exposure draftnya diberi nama Standar Akuntansi UKM (Usaha Kecil dan Menengah), namun mengingat definisi UKM sendiri sering berubah, maka untuk menghindari kerancuan, standard ini diberi nama SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.
Apabila SAK-ETAP ini telah berlaku efektif, maka perusahaan kecil seperti UKM tidak perlu membuat laporan keuangan dengan menggunakan PSAK umum yang berlaku. Di dalam beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak kemudahan untuk perusahaan dibandingkan dengan PSAK dengan ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. Perbedaan secara kasat mata dapat dilihat dari ketebalan SAK-ETAP yang hanya sekitar seratus halaman dengan menyajikan 30 bab.
Sesuai dengan ruang lingkup SAK-ETAP maka Standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik yang dimaksud adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
Lebih lanjut ruang lingkup standar ini juga menjelaskan bahwa Entitas dikatakan memiliki akuntabilitas publik signifikan jika : proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi.
Sesuai dengan ruang lingkup SAK-ETAP maka Standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Di dalam beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak kemudahan dibandingkan dengan PSAK dengan ketentuan pelaporan yang lebih kompleks.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan standar tersebut. Hal ini dimungkinkan apabila misalnya pihak otoritas berwenang merasa ketentuan pelaporan dengan menggunakan PSAK terlalu tinggi biayanya ataupun terlalu rumit untuk entitas yang mereka awasi.
SAK-ETAP ini akan berlaku efektif per 1 January 2011 namun penerapan dini per 1 Januari 2010 diperbolehkan. Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP. Apabila perusahaan memakai SAKETAP, maka auditor yang akan melakukan audit di perusahaan tersebut juga akan mengacu kepada SAK-ETAP.
Mengingat kebijakan akuntansi SAKETAP di beberapa aspek lebih ringan daripada PSAK, maka ketentuan transisi dalam SAKETAP ini cukup ketat. Pada BAB 29 misalnya disebutkan bahwa pada tahun awal penerapan SAK ETAP, yakni 1 January 2011, Entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK ETAP, tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk penyusunan laporan keuangan berikutnya. Oleh sebab itu per 1 January 2011, perusahaan yang memenuhi definisi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik harus memilih apakah akan tetap menyusun laporan keuangan menggunakan PSAK atau beralih menggunakan SAK-ETAP.
Selanjutnya ketentuan transisi juga menjelaskan bahwa entitas yang menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP. Hal ini misalnya ada perusahaan menengah yang memutuskan menggunakan SAK-ETAP pada tahun 2011, namun kemudian mendaftar menjadi perusahaan public di tahun berikutnya. Entitas tersebut wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non-ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP ini kembali. Sebaliknya entitas yang sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan keuangannya dan kemudian memenuhi persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menggunakan SAK ETAP ini dalam menyusun laporan keuangan.
Berikut ini adalah table perbandingan PSAK dengan SAK-ETAP yang dapat membantu pembaca dalam mempelajari SAK-ETAP lebih jauh. Buku SAK-ETAP dapat diperoleh di kantor pusat Ikatan Akuntan Indonesia dan kantor-kantor cabang IAI.
No
Elemen
PSAK
SAK ETAP
1
Penyajian Laporan Keuangan
  • Laporan posisi keuangan
  • Informasi yang disajikan dalam laporan posisi keuangan
  • Pembedaan asset lancar dan tidak lancar dan laibilitas jangka pendek dan jangka panjang
  • Aset lancar
  • Laibilitas jangka pendek
  • Informasi yang disajikan dalam laporan posisi keuangan atau catatan atas laporan keuangan
(Perubahan istilah di ED PSAK 1: Neraca menjadi Laporan Posisi Keuangan, Kewajiban (liability) menjadi laibilitas)
Sama dengan PSAK, kecuali informasi yang disajikan dalam neraca, yang menghilangkan pos:
  • Aset keuangan
  • Properti investasi yang diukur pada nilai wajar (ED PSAK 1)
  • Aset biolojik yang diukur pada biaya perolehan dan nilai wajar (ED PSAK 1)
  • Kewajiban berbunga jangka panjang
  • Aset dan kewajiban pajak tangguhan
  • Kepentingan nonpengendalian
2
Laporan Laba Rugi
  • Laporan laba rugi komprehensif
    • Informasi yang disajikan dalam laporan Laba Rugi Komprehensif
    • Laba rugi selama periode
    • Pendapatan komprehensif lain selama periode
    • Informasi yang disajikan dalam laporan laba rugi komprehensif atau catatan atas laporan keuangan
Tidak sama dengan PSAK yang menggunakan istilah laporan laba rugi komprehensif, SAK ETAP menggunakan istilah laporan laba rugi.
3
Penyajian Perubahan Ekuitas

Sama dengan PSAK, kecuali untuk beberapa hal yang terkait pendapatan komprehensif lain.
4
Catatan Atas Laporan Keuangan
  • Catatan atas laporan keuangan
  • Struktur
  • Pengungkapan kebijakan Akuntansi
  • Sumber estimasi ketidakpastian
  • Modal (ED PSAK 1)
  • Pengungkapan lain
Sama dengan PSAK, kecuali pengungkapan modal.
5
Laporan Arus Kas
  • Arus kas aktivitas operasi: metode langsung dan tidak langsung
  • Arus kas aktivitas investasi
  • Arus kas aktivitas pendanaan
  • Arus kas mata uang asing
  • Arus kas bunga dan dividen, pajak penghasilan, transaksi non-kas
Sama dengan PSAK kecuali:
  • Arus kas aktivitas operasi: metode tidak langsung
  • Arus kas mata uang asing, tidak diatur.
6
Laporan keuangan konsolidasi dan terpisah
  • Persyaratan penyajian lapkeu konsolidasi
  • Entitas bertujuan khusus
  • Prosedur konsolidasi
  • Lapkeu tersendiri
  • Lapkeu gabungan
Tidak diatur (Lihat Bab 12).
7
Kebijakan akuntansi, estimasi, dan kesalahan
PSAK 25 (Laba atau Rugi Bersih untuk periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi)
  • Laba atau rugi bersih untuk Periode berjalan
  • Kesalahan Mendasar
  • Perubahan kebijakan Akuntansi
  • Pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi
  • Konsistensi dan perubahan kebijakan akuntansi
  • Perubahan Estimasi akuntansi
  • Kesalahan.
  • Pos luar biasa
  • Laba atau rugi dari aktivitas normal
  • Operasi yang tidak dilanjutkan
  • Perubahan estimasi Akuntansi
  • Penerapan suatu standar Akuntansi keuangan
  • Perubahan kebijakan Akuntansi yang lain
SAK ETAP sudah maju satu langkah dibandingkan PSAK (tidak ada “kesalahan mendasar” dan “laba atau rugi luar biasa”).
8
Instrumen Keuangan Dasar
  • Ruang lingkup: aset dan kewajiban keuangan
  • Instrumen keuangan dasar:
  • Diklasifikasikan pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, dimiliki hingga jatuh tempo, tersedia untuk dijual, pinjaman dan pinjaman yang diberikan
  • Impairment menggunakan incurred loss concept
  • Derecognition
  • Hedging dan derivatif
  • Ruang lingkup: investasi pada efek tertentu
  • Klasifikasi trading, held to maturity, dan available for sale. Hal tsb mengacu ke
PSAK 50 (1998).
9
Persediaan
  • Pengukuran persediaan
  • Biaya persediaan
  • Biaya pembelian
  • Biaya konversi
  • Biaya lain-lain
  • Biaya persediaan pemberian jasa
  • Teknik pengukuran biaya
  • Rumus biaya
  • Nilai realisasi bersih
  • Pengakuan sebagai beban
  • Pengungkapan
Sama dengan PSAK
10
Investasi pada perusahaan asosiasi dan entitas anak
  • Ruang lingkup: entitas asosiasi
  • Metode akuntansi
  • Metode biaya
  • Metode ekuitas
  • Model nilai wajar (ED PSAK 15)
  • Ruang lingkup: entitas asosiasi dan entitas anak
  • Metode akuntansi
  • Entitas asosiasi : metode biaya
  • Entitas anak :
metode ekuitas
11
Investasi pada perusahaan asosiasi dan entitas anak
  • Jointly controlled operation, asset, and entity
  • Metode akuntansi
  • Metode konsolidasi proporsional
  • Metode ekuitas
  • Model nilai wajar (ED PSAK 12 : PBA/PBO/PBE)
Sama dengan PSAK kecuali metode akuntansi hanya menggunakan metode biaya.
12
Property Investasi
Metode akuntansi
  • Model nilai wajar
Model biaya
Metode akuntansi: model biaya
13
Aset Tetap
  • Menggunakan pendekatan komponenisasi
  • Pengukuran menggunakan model biaya atau model revaluasi
  • Pengukuran biaya perolehan
  • Pengakuan pengeluaran selanjutnya
  • Penyusutan
  • Tidak perlu review nilai residu, metode penyusutan, dan umur manfaat setiap akhir periode pelaporan, tetapi jika ada indikasi perubahan saja
Sama dengan PSAK kecuali:
  • Tidak menggunakan pendekatan komponenisasi.
  • Revaluasi diijinkan jika dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah. Hal ini mengacu ke PSAK 16 (1994)
  • Tidak perlu review nilai residu.
14
Asset Tidak Berwujud
  • Prinsip umum untuk pengakuan
  • Pengakuan awal, pengukuran selanjutnya
  • Amortisasi selama umur manfaat atau 10 tahun
Penurunan nilai
Sama dengan PSAK, kecuali aset tidak berwujud yang diperoleh dari penggabungan usaha.


  • Menggunakan metode pembelian
  • Goodwill dimaortisasi 5 tahun atau 20 tahun dengan justifikasi manajemen
Tidak diatur
15
Sewa
  • Mengatur perjanjian yang mengandung sewa
  • Klasifikasi bersifat principle based
  • Laporan keuangan lessee dan
  • Tidak mengatur perjanjian yang mengandung sewa (ISAK 8)



lessor
  • Klasifikasi sewa: kombinasi IFRS for SMEs dan SFAS 13
  • Laporan keuangan lessee dan lessor menggunakan PSAK 30 (1990): Akuntansi Sewa Guna Usaha


  • Kewajiban diestimasi
  • Kewajiban kontinjensi
  • Aset kontinjensi
Sama dengan PSAK
16
Ekuitas
  • Penjelasan
  • Akuntasi ekuitas untuk badan usaha bukan PT
  • Akuntansi ekuitas untuk badan usaha berbentuk PT
  • Reorganisasi
  • Selisih penilaian kembali
Sama dengan PSAK, kecuali :
  • Reorganisasi
  • Selisih penilaian kembali
17
Pendapatan
  • Penjualan barang
  • Penjualan jasa
  • Kontrak konstruksi
  • Bunga, dividen dan royalti
  • Lampiran kasus pengakuan pendapatan (ED PSAK 23)
Sama dengan PSAK.
18
Biaya Pinjaman
  • Komponen biaya pinjaman
  • Pengakuan dan kapitalisasi biaya pinjaman
Biaya pinjaman langsung dibebankan
19
Penurunan Nilai Aset
  • Penurunan nilai persediaan
  • Penurunan nilai non-persediaan
  • Penurunan nilai goodwill
Sama dengan PSAK, kecuali:
  • Ruang lingkup yang meliputi semua jenis aset.
  • Tidak mengatur penurunan nilai goodwill
  • Ada tambahan penurunan nilai untuk pinjaman yang diberikan dan piutang yang menggunakan PSAK 31: Akuntansi Perbankan paragraf 16 dan 17.
20
Imbalan Kerja
  • Imbalan kerja jangka pendek
  • Imbalan pasca kerja, untuk manfaat pasti menggunakan PUC
  • Imbalan jangka panjang lainnya
Pesangon pemutusan kerja
Sama dengan PSAK, kecuali untuk manfaat pasti menggunakan PUC dan jika tidak bisa, menggunakan metode yang disederhanakan
21
Pajak Penghasilan
  • Menggunakan deferred taxconcept
  • Pengakuan dan pengukuran pajakkini
  • Pengakuan dan pengukuran pajaktangguhan
  • Menggunakan taxpayable concept
  • Tidak adapengakuan danpengukuran pajaktangguhan

22
Mata Uang Pelaporan
  • Mata uang pencatatan dan pelaporan
  • Mata uang fungsional
  • Penentuan saldo awal
  • Penyajian komparatif
  • Perubahan mata uang pencatatan dan pelaporan
Sama dengan PSAK Mata Uang Pelaporan
  • Mata uang fungsional
  • Pelaporan transaksi mata uang asing dalam mata uang fungsional
  • Perubahan mata uang fungsional (Pada prinsipnya sama)
23
Peristiwa setelah akhir periode pelaporan
  • Peristiwa yang memerlukan penyesuaian
  • Peristiwa yang tidak memerlukan penyesuaian
Sama dengan PSAK
24
Pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
  • Pengertian pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
  • Pengungkapan
Sama dengan PSAK 7
25
Aktivitas Khusus
  • Akuntansi perkoperasian
  • Akuntansi minyak dan gas bumi
  • Akuntansi pertambangan umum
  • Akuntansi perusahaan efek
  • Akuntansi reksa dana
  • Akuntansi perbankan dan asuransi
Tidak diatur
26
Ketentuan Transisi

  • Retrospektif atau prospektif (jika tidak praktis) yang diterapkan secara prospective catchup (dampak ke saldo laba)
  • Perpindahan dari dan ke SAK ETAP
27
Tanggal Efektif

Berlaku efektif untuk laporan keuangan yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2011, penerapan dini 1 Januari 2010

Penulis :
Roy Iman Wirahardja (Anggota DSAK)
Ersa Tri Wahyuni (Direktur Teknis IAI)
# sumber:
Majalah Akuntan Indonesia; Edisi No.19/Tahun III/Agustus 2009